Penulis: Siti Suhada |
Saya meyakini bahwa setiap episode kehidupan selalu disertai ujian. Tidak ada manusia yang terlepas dari cobaan hidup. Yang membedakan hanyalah bentuk ujiannya, karena setiap orang menghadapinya dengan cara dan kadar yang berbeda. Allah menguji hamba-Nya sesuai dengan batas kemampuannya. Maka, jika kita diuji, itu berarti kita mampu menjalaninya.
Beberapa hari terakhir, saya diuji dengan sakit. Awalnya hanya batuk dan pilek. Setelah gejala itu mereda, tubuh saya mulai terasa tidak enak. Ternyata, muncul bintik-bintik merah di seluruh badan. Awalnya saya takut dan bingung, “Apa ini, ya Allah?” Saya malu menceritakan hal ini, bahkan kepada teman atau orang tua, karena saya yakin bintik-bintik itu akan hilang esok harinya.
Namun, kenyataannya berbeda. Hari demi hari, bintik merah itu semakin banyak, bahkan berisi cairan, dan mulai menyebar ke wajah. Di saat itu, saya panik. Akhirnya saya menceritakan kondisi ini kepada orang tua, dan mereka menyarankan untuk segera berobat. Keesokan harinya, saya pergi ke Klinik Medika Ciracas ditemani teman saya, Azizah.
Saya berkonsultasi dengan dokter umum, menceritakan kronologinya. Dokter mengatakan bahwa ini bukan cacar, melainkan infeksi bakteri. Namun, suster di klinik berpendapat gejalanya mirip cacar. Saya pun berpikir hal yang sama karena ciri-cirinya sangat mirip cacar air, terlebih seumur hidup saya belum pernah mengalaminya. Saya tahu bahwa cacar biasanya hanya sekali seumur hidup, atau bisa dua kali jika daya tahan tubuh lemah. Dokter memberi saya salep, kapsul antibiotik, obat pereda radang, serta obat batuk dan pilek.
Rasa cemas semakin kuat ketika menyadari bahwa ini terjadi hanya sepuluh hari sebelum keberangkatan Kafilah Dakwah Ramadhan. Alih-alih mempersiapkan diri, saya justru terbaring sakit. Saat hati sedang terpuruk, saya menemukan kutipan dari kanal Ustadz Hanan Attaki yang membuat saya tertegun:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu keletihan dan penyakit (yang terus menimpa), kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (Riwayat Bukhari)
Dari sanalah saya mulai belajar menerima dengan ridha ketentuan yang Allah tetapkan. Saya yakin, ujian sakit ini adalah bentuk kasih sayang-Nya, sebagai cara untuk menghapus dosa-dosa saya yang begitu banyak.***
(Penulis adalah mahasiswi STID M Natsir Jakarta)