Maaf sebesar-besarnya bila saya harus menuliskan ini. Di kalangan pengurus ormas Islam, mengulik dapur masing-masing itu ibarat mengupas bawang di depan umum: kita tahu pasti pedihnya bukan main, tapi apa daya sudah terlanjur menjadi konsumsi publik.
Ada kalimat yang hidup hanya sejenak, lalu hilang bersama angin. Namun, ada pula kalimat yang ditulis dengan kesungguhan, dipahat dengan ilmu, dan ditiupkan oleh niat yang bersih.
Mari kita mulai dari yang paling sederhana dan paling rumit sekaligus: makan. Ya, urusan perut yang katanya sepele, tapi sesungguhnya menjadi sumber segala drama ekologis dunia modern. Piring yang kita isi tiga kali sehari itu, diam-diam mengatur arah bumi: ke surga kelestarian, atau ke jurang kebinasaan.
Musyawarah Nasional ke VI Hidayatullah memilih tema “Sinergi Anak Bangsa Menyongsong Indonesia Emas”. Tema ini, menurut Ketua Umum DPP Hidayatullah Dr. Nashirul Haq, menjadi penting karena sinergi menjadi kunci suksesnya Indonesia emas 2045.
Sungguh, negeri ini sedang diuji bukan hanya dengan bencana alam, tapi juga dengan badai sunyi di dalam kepala generasi mudanya. Bagaimana mungkin, dua mahasiswa dari dua kampus berbeda, di dua kota berjauhan, memilih jalan yang sama: terjun dari ketinggian, seolah ingin menembus langit lebih cepat dari doa orang tuanya.
Pada Grand Design Hidayatullah yang dibuat pada 2023, dinyatakan bahwa dalam rentang waktu sepuluh tahun kedepan merupakan masa transisi yang sangat penting dan starategis, bahkan “kritis” bagi Hidayatulllah.