Kamis, 04 Maret 2021

Relevansi Pemimpin yang Beriman dan Dampak pada Negaranya

Oleh: Raudhatul Jannah ---

Allah ﷻ berfirman, "Jikalau sekiranya Penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al A'raf (7): 96). 

Menelusuri makna dari ayat berikut, sangat jelas bahwa Allah ﷻ memerintahkan penduduk bumi untuk beriman dan bertaqwa guna mengundang keberkahan dari langit maupun bumi. Kembali kita perhatikan dengan fenomenal yang terjadi saat ini. 

System negara akan berjalan dengan baik, jika memmiliki pemimpin yang baik (beriman), tatanan kehidupan masyarakatnya, hukumnya, dan yang paling penting adalah Orientasinya dalam bernegara dibangun diatas ketaatan. 

Maka, tidak salah jika masyarakatnya terbentuk pola hidup yang rukun, aman, tentram, damai, dan taat beragama. Karena memiliki pedoman dan tuntunan yang baik untuk diikuti dan ditaati. Dan tidak salah juga, suatu negara memiliki rakyat yang memiliki Habbits Buruk, seperti hoby berzina, meminum khamr, berjudi, korupsi, dan maksiat lainnya. 

Ibaratnya, tidak mungkin ada asap jika tak ada api. Jadi, tidak mungkin adanya penyebab, jika tidak ada pemulai. Maksudnya, sesuatu peristiwa bisa terjadi, pasti jika dipancing dengan hal yang menggiurkan. 

Even, semua hal yang terjadi back to personality. Tetap saja, seandainya ada yang menegakkan peraturan dan system hukum yang baik. Maka, sedikit demi sedikit akan terbentuklah tatanan dan pola kehidupan masyarakat yang baik dan taat. 

فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ 

"Tidak heran jika kemudian pada ayat Al- Qur'an yang lain, Allah memerintahkan manusia untuk memperhatikan makananya," "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya." (QS. An-Nazi'at (80): 24). 

Jika hal ini benar-benar direnungkan, maka pantaslah jika di dalam dasar bernegara kita di Indonesia ada sila Ketuhanan yang Maha Esa. Karena memang alam, segala jenis tanaman, dan kesuburan tanah serta kandungan alam yang melimpah tidak mungkin hadir dengan sendirinya, ada Allah ﷻ yang menyediakannya untuk penduduk bumi pertiwi ini. 

Oleh karena itu, sikap mengedepankan iman dan taqwa merupakan keniscayaan bagi seluruh kaum Muslimin, karena hanya dengan iman dan taqwa itulah, alam yang begitu luar biasa, yang telah Allah anugerahkan untuk kita ini akan menjadi 'Sahabat' dan terus mendatangkan manfaat serta keberkahan. 

Mengembangkan aset negara bukanlah jalan untuk bermaksiat kepada Allah ﷻ yang telah memberikan limpahan Rahmat pada bumi ini. Jadi, sangat disayangkan jika jalan kemaksiatan menjadi wasilah perkembangan suatu perekonomian. 

وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 

"Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Al A'raf (7): 96). 

Nah loh!! Ketika kita mengingkari ayat-ayat Allah ﷻ, Melakukan kemaksiatan, menghalalkan segala jalan dengan dalih mengembangkan aset, perekonomian, atau demi membangun bangsa dsbg. Maka, yang datang bukanlah hal yang demikian. Melainkan murka Allah ﷻ, adzab Allah datang secara bergantian, Bumi Allah murka pada penduduk bumi. Waliyadzubillah. 

Maka, tak heran jika suatu tempat/negara terus dilanda musibah, kejadian huru-hara dimana-mana, kedustaan merajalela baik pemimpin-pemimpin maupun rakyatnya, perzinahan menjadi hal yang sangat lumrah terjadi, kemaksiatan lainnya menjadi hal yang terus diremehkan. 

Ini semua bukanlah nikmat yang manusia dambakan, bukan kebebasan yang mutlak. Maka, tinggal tunggu makar Allah ﷻ yang akan bekerja dan hancurlah semua kenikmatan dunia ini. 

Jadi, sungguh sangat penting Relevansi Pemimpin yang beriman dan taat yang akan menentukan Nikmat serta Keberkahan atau bahkan Adzab Allah ﷻ yang akan datang.

Kembali kita singgung perkataan ulama kita terdahulu, "Perhatikan Alam dan Bangsamu, jika disuatu bangsa yang beriman, mereka mengaku sebagai pemimpin yang baik, namun jika terjadi kerusakan akibat bencana alam yang berturut-turut maka itu pertanda rusak pemimpin mu, jika rusak pemimpin mu maka rusaklah tatanan masyarakat mu, mereka saling memfitnah, saling menghujat, saling mencela tak bisa dihindarkan, disaat itu Allah memberi peringatan bagimu dengan berupa musibah yang tiada henti. (KH. Ahmad Dahlan)." Allahul Musta'an. ***


(Penulis adalah mahasiswa STID M Natsir)