Minggu, 21 Agustus 2022

Hakikat Kemerdekaan, Terbebasnya Belenggu Jasmani dan Rohani

Penulis: Muhammad Shaleh Utsman

Manusia terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Kalau kita memahami kemerdekaan adalah adanya kebebasan dalam bekerja, berusaha untuk mewujudakan semua harapan, maka sasaran utama yang harus mendapatkan kebebasan itu adalah unsur jasmani dan rohani manusia itu.

Jika ada salah satu dari dua unsur utama ini tidak berada pada posisi yang merdeka maka hakikat kemerdekaan itu tidak akan pernah dirasakan oleh manusia. Orang bisa merasakan kemerdekaan secara fisik karena terpenuhi seluruh kebutuhan lahiriahnya, bisa makan, minum, memiliki fasilitas hidup yang lengkap seperti rumah yang bagus, kendaraan yang mewah, jabatan yang tinggi, serta gaji yang memadai dan lain sebagainya.

Ini adalah bentuk perwujudan dari terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan secara lahiriah yang notabene bisa didapatkan ketika orang itu merdeka. Hal ini tentu belum cukup untuk bisa dikatakan sebagai orang yang merdeka sebelum merasakan adanya kebebasan dalam menjalankan hal-hal yang bersifat ubudiyah kepada Allah Ta'ala.

Ekses dan akibat dari kebutuhan batin yang tidak terpenuhi --atau terjajah secara batin-- maka dia akan mendapatkan penderitaan, tidak hanya di dunia ini melainkan juga di akhirat. Ketika seseorang tidak bisa menemukan ruang bebas untuk menjalankan apa yang menjadi keyakinannya terkait kewajiban kepada Allah, beribadah kepada-Nya, berzikir, berdoa dan sujud setiap saat, maka ini akan berakibat kesengsaraan secara batin dan pada akhirnya akan berefek kepada fisik manusia.

Allah Ta'ala berfirman dalam al-Qur'an:

ﵟٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ‌وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ ‌تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨ ﵞ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Ra’du: 28)

Orang yang terpenuhi seluruh kebutuhan lahiriahnya, namun di sisi lain tidak menemukan ruang aktualisasi jiwa dan mentalnya, maka pada hakikatnya dia dalam keadaan terjajah atau tidak merdeka.

Hal ini dipastikan akan berefek buruk pada kondisi dirinya meskipun secara fasilitas lahiriyah mereka miliki dengan sangat lengkap. Dirinya akan tetap merasakan keresahan dan kegelisahan yang berujung pada derita disebabkan karena mereka tidak mendapatkan kemerdekaan yang hakiki dalam arti bebas untuk menjalankan hal-hal yang bisa memenuhi kebutuhan rohaninya.

Di sinilah banyak orang yang terjebak. Mereka memaknai hakikat kemerdekaan hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara lahiriah saja. Mereka kerahkanlah seluruh potensi dirinya untuk mengejar semua hal-hal yang tampak secara zahir. Mereka berpikir bagaimana agar harta bisa diraih sebanyak-banyaknya, jabatan bisa dicapai setinggi-tingginya, begitulah seterusnya tanpa pernah berpikir bagaimana batin bisa terbangun secara baik dalam wujud koneksi dengan Sang Pencipta melalui ruang-ruang ibadah.

Maka, terjadilah kepincangan dalam hidupnya. Mereka terjebak dalam ruang ketidakstabilan. Mereka hanya mendapatkan kenikmatan yang semu, kesenangan yang bersifat sementara. Tempo-tempo mereka merasakan kebahagiaan, dalam waktu yang tertentu mereka menemukan kegembiraan, tapi dalam banyak kesempatan mereka merasakan keresahan dan kegelisahan.

Hal yang sangat memprihatinkan dalam perayaan hari kemerdekaan selalu deperingati dalam bentuk lomba panjat pinang yang diimingi dengan secuil materi. Para peserta lomba sepintas nampak sangat antusias dan penuh optimisme yang luar biasa. Mereka berjuang dengan optimalisasi kerja tim, dan pada akhirnya berhasil. Mereka sangat bahagia kelihatannya, menikmati jerih payahnya.

Namun ada hal yang sangat mendasar yang mereka tidak sadari. Lomba panjat pinang yang baru saja mereka juarai berlangsung mulai persiapan menjelang waktu ashar, dan berakhir pas waktu shalat magrib. Baru sadar setelah mendengar adzan dikumandangkan, teringat bahwa dirinya belum sempat mengerjakan shalat ashar.

Seorang muslim harus meyakini bahwa persoalan shalat ini adalah perkara yang paling mendasar dalam hidup ini. Shalat adalah amalan yang paling utama, karena amal yang pertama diperiksa di akhirat adalah shalat. Seperti yang telah disampaikan oleh baginda Rasulullah saw, "Amalan yang paling pertama dihisab di hari kemudia adalah shalat," (alhadits)

Semoga dalam perayaan ulang tahun dimasa datang bisa lebih tertata dengan baik pelaksanaanya. Dan, yang terpenting, bagaimana mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang lebih produktif. Anak-anak bangsa ini tumbuh menjadi generasi yang cerdas, penuh dengan kreativitas. Mampu melakukan terobosan dan lompatan yang jauh kedepan agar bisa bersaing dengan bangsa yang lain.

Tentu harapan besar ini tidak bisa terwujud begitu saja tanpa kerjasama yang baik di antara kita semua. Terutama aparatur negara dengan rakyat. Untuk bisa mencerdaskan anak bangsa ini harus kembali pada pasal 31 UUD 1945 ayat 1 bahwa: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Melalui pasal ini mestinya tidak boleh lagi ada anak bangsa yang terlantar pendidikannya. Terlebih lagi kalau dia adalah seorang Muslim, mestinya memiliki kesadaran belajar yang lebih tunggi, karena ayat yang pertama Allah turunkan adalah perintah untuk membaca. Iqra, bacalah!

Membaca adalah merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan. Ketika generasi ini punya kesadaran membaca dan didukung oleh fasilitas maka akan tercipta suasana yang lebih baik di masa yang akan datang. Harapan akan hadirnya generasi yang hebat akan terasa lebih dekat. Sehingga makna dari kemerdekaan yang hakiki benar-benar bisa terwujud, karena anak-anak bangsa ini bisa mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan di akhirat. Insya Allah. 

Wallahu A'lam bishawab.

(Penulis adalah Ketua Departemen Perkaderan DPP Hidayatullah)