Penulis: Ahmad Firdaus |
Selama ini kita sering menuding kerusakan negeri ini karena pejabatnya korup. Tidak salah, tetapi juga tidak lengkap. Sebab, jika pejabat menjarah melalui anggaran negara, rakyat jelata pun tak jarang menjarah dalam bentuk lain. Bedanya hanya kelas dan panggung, namun sama-sama abai terhadap halal-haram.
Kasus korupsi bansos, mark up proyek, atau suap-menyuap adalah bukti nyata pengkhianatan amanah. Pungli di berbagai Pelayanan Publik. Mereka berpakaian rapi, duduk di kursi empuk, tetapi memakan harta rakyat dengan cara batil.
Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil...” (QS. Al-Baqarah: 188)
Rakyat Jelata: Penjarahan dan Kecurangan Kecil
Di sisi lain, rakyat pun tidak steril dari dosa. Dalam kerusuhan demo, ada yang menjarah toko atau merusak fasilitas umum. Tetapi bukan hanya itu.
Ada juga contoh sehari-hari: Tukang tambal ban yang sengaja menambah lubang agar pelanggan membayar lebih besar; Penjual yang sengaja mengurangi timbangan atau takaran; Pedagang yang mengganti barang bagus dengan barang rusak ketika pembeli lengah.
Semua ini kelihatannya sepele, tapi tetap haram. Allah sudah menegaskan:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, tetapi apabila menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 1–3)
Sama-Sama Penyakit, Hanya Beda Skala
Pejabat korupsi, rakyat menjarah atau mengurangi timbangan. Sama-sama salah, hanya beda kelas. Pejabat berdosa karena mengkhianati amanah besar, rakyat berdosa karena meremehkan amanah kecil.
Keberkahan Menjauh
Dari pejabat di kursi kekuasaan sampai rakyat kecil di pasar, banyak yang lupa pada halal-haram. Maka jangan heran jika keberkahan menjauh. Harta yang dikumpulkan terasa hambar, kerja keras hasilnya tipis, hidup jauh dari ketenangan.
Allah sudah mengingatkan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Selama pejabat sampai rakyat jelata sama-sama terbiasa dengan harta haram, negeri ini sulit mendapat berkah. Solusinya hanya satu: kembali ke halal, jauhi yang haram, meski tampak kecil di mata manusia, besar nilainya di sisi Allah. ***
(Penulis adalah kolumnis, tinggal di Bulukumba, Sulawesi Selatan)