Kamis, 16 Oktober 2025

Sunnah yang Hilang Bersama Hilangnya Kedekatan Imam dan Jamaah

Penulis: Ahmad Firdaus |

Salah satu keindahan Islam adalah keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Dalam shalat berjamaah, kita tidak hanya diajarkan tentang kerapian saf, tetapi juga tentang ikatan hati antara imam dan makmum. Namun, banyak sunnah Rasulullah ﷺ kini sulit diamalkan karena hilangnya kedekatan emosional antara keduanya.


Rasulullah ﷺ bukan sekadar imam yang memimpin shalat. Beliau juga pembimbing, pendidik, sekaligus sahabat bagi para makmumnya. Setelah shalat, beliau menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan wajah para sahabat. Bila ada yang tak hadir, beliau menanyakan sebabnya.

Dalam salah satu hadis, disebutkan bahwa Nabi ﷺ bertanya, “Mengapa aku tidak melihat fulan?” Sahabat menjawab, “Ia sakit, wahai Rasulullah.” Maka Nabi pun menjenguknya. (Riwayat Muslim). Inilah sunnah sosial yang tumbuh dari hubungan batin yang kuat antara imam dan jamaah.

Sayangnya, sunnah ini makin sulit diwujudkan di banyak masjid. Selesai salam, imam langsung berdiri, mengambil sajadah, lalu pergi. Jamaah pun datang dan pergi tanpa saling mengenal. Bahkan, tak jarang imam tak tahu jika ada makmumnya meninggal atau sakit. Padahal, perhatian kecil seperti itu adalah bagian dari ruh shalat berjamaah.

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka bangunan yang kokoh.” (As-Shaff [61]: 4)

Makna “barisan kokoh” bukan sekadar rapi dalam saf, tapi juga solid dalam hubungan hati. Imam yang mengenal jamaahnya, dan jamaah yang mencintai imamnya — itulah bangunan kokoh yang dimaksud al-Qur’an.

Namun kini, sebagian besar masjid kehilangan ruh itu. Imam sering dianggap sekadar “petugas ibadah”, bukan pembina umat. Jamaah pun merasa cukup hadir di masjid tanpa rasa memiliki. Akibatnya, sunnah Rasulullah ﷺ berupa perhatian, kasih sayang, dan saling mendoakan antarjamaah menjadi sirna.

Hanya di pesantren atau majelis taklim tertentu suasana ini masih hidup.
Kiai mengenal santrinya, tahu siapa yang sakit, siapa yang lalai, dan siapa yang butuh bimbingan. Hubungan itu bukan hanya di saf shalat, tapi juga di ruang hati.

Karena itu, patut kita renungkan kembali pernyataan bahwa “Sunnah tak bisa dilaksanakan bila hubungan imam dan jamaah telah hilang.” Sunnah bukan hanya soal bacaan atau gerakan, tapi juga kasih sayang dan perhatian antarsesama muslim.

Sudah saatnya kita menghidupkan kembali suasana masjid yang hangat dan peduli. Imam hendaknya membangun komunikasi dengan jamaah, tidak sekadar memimpin shalat. Jamaah pun perlu lebih terbuka, mengenal imam dan sesama makmum. Dari kedekatan inilah tumbuh ukhuwah, dan dari ukhuwah tumbuh kekuatan iman.

Rasulullah ﷺ bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang dan perhatian mereka, seperti satu tubuh; bila satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh ikut merasakan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Semoga masjid-masjid kita kembali menjadi tempat yang bukan hanya menegakkan shalat, tapi juga menegakkan persaudaraan. *