Jumat, 05 Agustus 2022

Virus Ganas dalam Berkomunikasi Adalah Kesombongan

Penulis: Muhammad Shaleh Utsman S.S, M.I.Kom | 

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Semua orang yang bisa meraih sukses harus membangun kerjasama yang baik dengan orang yang ada di sekitarnya. Siapa pun manusia dan apa pun profesinya, jika ingin sukses di bidangnya, dia harus mampu membangun komunikasi yang baik dalam bidang yang digelutinya. 

Ilustrasi komunikasi (Foto: Pixabay) 

Seorang pengusaha yang ingin sukses maka dia harus sukses dalam membangun komunikasi bisnisnya. Seorang pendidik jika ingin sukses dalam bidang pendidikan maka dia harus membangun komunikasi yang baik dalam dunia pendidikannya. Seorang politisi juga sama, jika ingin sukses, dia harus membangun komunikasi politik yang baik. 

Begitulah seterusnya seluruh bidang kehidupan ini akan sulit untuk berhasil tanpa komunikasi yang sukses di dalamnya. Kesuksesan dalam segala bidang boleh dikata sangat tergantung kepada kesuksesan komunikasi yang berjalan dalam bidang tersebut.
 
Penghambat utama, atau virus ganas, dalam komunikasi yang selalu berakibat buruk dan menjadikan komunikasi itu gagal adalah sifat sombong. Ini merupakan penyakit yang paling berbahaya dalam diri manusia. 


Penyakit jenis ini menjadi induk dari segala macam kejahatan. Orang yang sombong akan sulit menemukan keseimbangan dalam hidupnya. Dia akan selalu memiliki rasa lebih dari orang lain. Orang-orang di sekelilingnya akan dianggap tidak penting, bahkan tidak berguna. Akibatnya, dia akan sulit mengapresiasi orang lain. 

Yang lebih parah, orang sombong sangat sulit menemukan kebenaran yang hakiki. Akibatnya, di akhirat kelak, mereka akan sulit masuk ke dalam surga. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
 
لا يدخل الجنه من كان في قلبه مثقال ذره من كبر

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada penyakit alkiber atau sombong.

Kemudian, Nabi s.a.w. juga menjelaskan:
الكبرياء غمط الناس و بطر الحق

Sombong itu adalah meremehkan manusia dan menolak kebenaran.

Dari hadits ini sudah sangat jelas bahwa orang yang sombong terjangkiti penyakit berbahaya, yaitu meremehkan orang lain dan sulit menerima kebenaran dari Tuhannya. 

Dalam perspektif komunikasi profetik, orang yang terjangkiti penyakit sombong akan sulit berkomunikasi dengan baik kepada Allah Ta'ala sebagai sumber kebenaran. Sebab, dalam dirinya sudah ada penghalang untuk masuknya kebenaran itu. 


Secara horizontal, dia juga akan sulit menemukan titik koneksi dengan sesama manusia. Dalam dirinya tak ada rasa hormat dan simpati kepada orang lain. Dia kesulitan melihat kelebihan orang lain. Padahal, dalam teori komunikasi, seorang komunikator hares mampu memahami komunikan yang diajak untuk berbicara. 

Komunikator yang hebat adalah mereka yang bisa mengapresiasi lebih awal lawan bicaranya. Itulah di antara teori yang disampaikan pakar komunikasi.  

Saat memulai komunikasi, seorang komunikator yang hebat akan berupaya mengambil perhatian komunikannya. Dia harus tampil dengan penuh daya tarik. Kalau tidak maka hampir bisa  dipastikan pesan yang disampaikan akan gagal. 

Jika sejak awal orang yang diajak berkomunikasi tidak memiliki ketertarikan maka sulit sekali pesan akan sampai pada jiwa komunikan secara baik. Di sinilah menjadi sangat jelas betapa berbahayanya sikap sombong dalam berkomunikasi, baik pada diri komunikator maupun komunikannya. 

Ketika komunikan memiliki sifat sombong namun komunikatornya memiliki jiwa yang bersih dari penyakit sombong maka komunikasi masih terbuka peluang untuk berhasil. 


Contoh, kita Rasulullah s.a.w. berkomunikasi dengan masyarakat kafir Quraisy yang notabene bersikap sombong, sebagian mereka tetap bisa mendapatkan petunjuk dari Nabi s.a.w. dan memeluk Islam. Apalagi bagi mereka yang memiliki hati lebih bening maka lebih cepat terkoneksi dengan nilai-nilai wahyu.

Karena itu tidak heran bila ketika Islam disampaikan oleh Rasulullah s.a.w, di antara orang yang bisa cepat terkoneksi dengan pesan-pesan wahyu adalah kaum lemah dan para budak. Ini karena mereka secara jiwa lebih bersih hatinya dari bibit kesombongan. Mereka tidak  angkuh karena memang mereka berada pada posisi sosial yang rendah.

Yang jauh lebih hebat, ada juga di antara orang-orang yang pertama masuk Islam ini berasal dari kalangan menengah ke atas. Ini karena, secara fitrah, mereka tidak memiliki rasa sombong.

Hal ini bisa kita lihat pada sosok sahabat besar Abu Bakar As-Siddiq. Beliau tokoh bangsawan dari Quraisy yang sebelum Islam memang memiliki jiwa yang bersih, tidak sombong, dan tidak angkuh. Pada saat tersentuh dengan pesan Wahyu langsung terkoneksi dengan mudah.


Dari sini kita bisa mengambil hikmah betapa berbahayanya penyakit sombong. Lebih khusus lagi kita bisa lihat bagaimana akibat yang akan terjadi ketika dalam berkomunikasi diiringi dengan sifat sombong pada jiwa manusia. Siapa pun yang terjangkiti virus sombong dalam berkomunikasi, baik pada komunikan, lebih-lebih pada komunikator, maka pasti komunikasi akan menuai kegagalan. 

Sebaliknya jika komunikasi bersih dari virus sombong, komunikator sebagai sumber pesan selalu mengapresiasi komunikannya, bahkan jauh sebelum pesan disampaikan terlebih dahulu membangun komunikasi secara vertikal dengan Allah Ta'ala, mendoakan komunikaanya, menyusun rencana dengan baik, mencari waktu yang tepat, memilih diksi dan narasi yang pas, maka sangat besar peluang untuk meraih sukses dalam komunikasinya. 

Wallahu A’lam Bisshawab.

(Penulis adalah Ketua Departemen Perkaderan DPP Hidayatullah)