Rabu, 24 September 2025

Shalawat Menembus Jeruji, Cahaya Menyapa Nusakambangan

Penulis: Imron Faizin |

Pagi itu, Masjid Al-Ikhlas di dalam Lapas Kembangkuning Nusakambangan, Jawa Tengah, terasa berbeda. Lantunan kalimat shalawat terdengar begitu merdu, menggema dan menembus dinding-dinding besi. Suasana menjadi syahdu, khusyuk, dan penuh haru.


Sekitar 50 warga binaan pemasyarakatan (WBP) larut dalam untaian doa dan pujian kepada Rasulullah SAW pada pertengahan Agustus 2025. Ada yang menunduk, ada yang meneteskan air mata, ada pula yang tersenyum tipis penuh harap. 

Di tengah keterbatasan hidup di balik jeruji, shalawat menghadirkan pelipur lara, pengingat bahwa kasih sayang Allah Ta'ala tak pernah berhenti menyapa.

Acara yang dipandu komunitas Shalawat Menjemput Keajaiban (SMK) ini menjadi penanda lahirnya syiar perdana di Lapas Kembangkuning, Nusakambangan. Novya Azhari, sang pemandu, dengan suara lembut namun penuh keteguhan hati berkata, “Shalawat ini bukan sekadar lantunan, ia adalah doa. Shalawat adalah pengikat hati, penguat iman, dan jalan menuju ketenangan. Semoga dengan shalawat, saudara-saudara kita di sini menemukan cahaya harapan yang menuntun kembali pada Allah.”


Harapan itu tampak nyata di wajah para peserta. Rasa sesal, rindu, dan kerinduan akan ampunan Allah berpadu dalam syair shalawat yang terus dikumandangkan.

KH. Dr. Hasan Makarim, Koordinator Pembina Rohani Lapas se-Nusakambangan, menegaskan makna penting kegiatan ini. “Saya melihat cahaya itu di wajah mereka. Shalawat mampu membuka pintu hati yang tertutup. Inilah terapi rohani yang sesungguhnya, menenangkan jiwa, memperkuat iman, dan menumbuhkan tekad untuk berubah," ungkapnya.

Sementara itu, Deni Setia Mahrwan, Ketua DKM Masjid Al-Ikhlas, merasa masjid kembali hidup dengan syiar perdana ini. “Masjid bukan sekadar bangunan, ia adalah rumah hati. Dengan shalawat, masjid kembali hangat, penuh doa, dan insya Allah akan menjadi pusat kebangkitan rohani di sini.”

Pihak Lapas pun memberikan apresiasi. Kasi Binadik Lapas Kembangkuning, Hendra menyampaikan pandangannya. “Pembinaan tidak hanya bicara soal hukum, tetapi juga soal jiwa. Hari ini kami menyaksikan bagaimana shalawat menenangkan hati warga binaan. Inilah pembinaan yang paripurna: hukum dan iman berjalan seiringan.”

Nusakambangan, yang selama ini dikenal sebagai pulau sunyi dengan kisah-kisah kelam, siang itu bersinar dengan cahaya shalawat. Di balik jeruji, ada hati yang kembali bergetar, ada jiwa yang kembali berdoa, ada semangat yang kembali tumbuh.

Shalawat yang menggema di Masjid Al-Ikhlas adalah bukti bahwa rahmat Allah tak pernah mengenal batas. Meski hidup di ruang yang sempit, langit doa tetap luas terbentang. Dan di antara lantunan shalawat itu, para warga binaan menemukan harapan baru: harapan untuk kembali pulang, bukan hanya ke rumah dan keluarga, tapi juga ke jalan Allah SWT. ***